PORTALBUANA.ASIA, KERINCI. Dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP 34 Kerinci semakin mencuat. Selama tiga tahu...
PORTALBUANA.ASIA, KERINCI. Dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di SMP 34 Kerinci semakin mencuat. Selama tiga tahun terakhir, dana yang dikucurkan mencapai lebih dari Rp 930 juta, namun penggunaannya diduga tidak transparan. Kepala Sekolah Zulkifli hingga kini belum memberikan klarifikasi, bahkan terkesan menghindari pertanyaan dari awak media dan LSM.
Saat beberapa kali didatangi ke sekolah, Zulkifli enggan memberikan keterangan. Pesan yang dikirimkan melalui WhatsApp pun hanya dibaca tanpa ada balasan. Berdasarkan data yang dihimpun, SMP 34 Kerinci dengan jumlah siswa sekitar 334 orang menerima Dana BOS sebesar Rp 1.100.000 per siswa per tahun. Jika diakumulasikan, total dana yang diterima dalam tiga tahun terakhir mencapai lebih dari Rp 930 juta.
Namun, menurut sumber yang enggan disebutkan namanya, dalam empat tahun terakhir tidak ada penggunaan dana yang signifikan selain pengecatan pagar sekolah. Sementara itu, rehabilitasi musala justru menggunakan dana komite. Hal ini menimbulkan dugaan adanya manipulasi dalam penyusunan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dana BOS oleh Kepala Sekolah dan Bendahara sekolah.
Ketua LSM PKLH Kerinci, Wandi Adi, S.Sos, menyatakan pihaknya telah mengumpulkan bukti dan keterangan terkait dugaan penyimpangan ini. Dalam waktu dekat, mereka akan melaporkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum serta meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jambi untuk mengaudit secara menyeluruh pengelolaan Dana BOS di SMP 34 Kerinci.
Sebagai anggaran negara yang diperuntukkan bagi peningkatan mutu pendidikan, Dana BOS seharusnya digunakan untuk berbagai keperluan, seperti penerimaan peserta didik baru, pengembangan perpustakaan, kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler, pemeliharaan sarana prasarana, serta pembayaran honor tenaga pendidik dan kependidikan. Namun, dugaan ketidakwajaran dalam pengelolaannya memunculkan pertanyaan besar mengenai transparansi dan akuntabilitas pihak sekolah.
Jika terbukti ada penyimpangan, pihak yang terlibat dapat dijerat dengan Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ancaman hukumannya mencapai 4 tahun penjara dan denda Rp 200 juta, serta kewajiban mengembalikan kerugian negara. Jika tidak mampu membayar, harta terdakwa dapat disita dan dilelang, atau diganti dengan pidana tambahan.
Masyarakat dan pemerhati pendidikan berharap agar kasus ini segera diusut tuntas demi menjaga kredibilitas dunia pendidikan serta memastikan penggunaan anggaran negara sesuai dengan peruntukannya. Redaksi Fortal Buana Asia akan terus memantau perkembangan kasus ini.
Redaksi