PORTALBUANA.ASIA, KERINCI – Dugaan praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTsS) BPHBPI Bedeng 8, Kayu Aro...
PORTALBUANA.ASIA, KERINCI – Dugaan praktik jual beli Lembar Kerja Siswa (LKS) di Madrasah Tsanawiyah Swasta (MTsS) BPHBPI Bedeng 8, Kayu Aro, menuai sorotan. Pasalnya, sekolah ini disebut-sebut tetap membebankan pembelian LKS kepada siswa, meskipun telah menerima Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah.
Sebagai informasi, Kementerian Agama (Kemenag) pada tahun 2024-2025 menyalurkan Dana BOS bagi madrasah swasta di seluruh Indonesia guna meningkatkan mutu pendidikan. Dana ini seharusnya digunakan untuk berbagai kebutuhan operasional sekolah, termasuk pembiayaan pembelajaran, penyediaan sarana-prasarana, serta penyelenggaraan kegiatan penunjang pendidikan. Untuk jenjang MTs, pemerintah mengalokasikan Rp1.100.000 per siswa.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak sekolah diduga tetap membebankan pembelian LKS kepada siswa. Setiap siswa disebut-sebut harus membeli 10 LKS dengan harga total sekitar Rp100.000. Dengan jumlah siswa sekitar 400 orang, potensi dana yang terkumpul dari praktik ini pun cukup besar. Tak hanya itu, siswa juga masih dikenakan biaya lain seperti iuran komite sekolah.
Padahal, aturan jelas melarang praktik ini. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010 Pasal 181a menegaskan bahwa pendidik dan tenaga kependidikan, baik individu maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, LKS, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan. Jika terbukti melanggar, hal ini dapat dikategorikan sebagai pungutan liar (pungli) yang berpotensi dijerat Pasal 368 KUHP, dengan ancaman pidana hingga 9 tahun penjara.
Saat dikonfirmasi, Kepala MTsS BPHBPI Bedeng 8 Kayu Aro, Suparman, membenarkan adanya penjualan LKS di sekolahnya. Namun, ia mengklaim bahwa harga per LKS hanya Rp8.000. Meski demikian, praktik ini tetap dinilai melanggar aturan karena seharusnya tidak ada pungutan dalam bentuk apa pun terhadap siswa.
Kasus ini menjadi perhatian publik dan diharapkan ada langkah tegas dari pihak berwenang untuk memastikan kebijakan pendidikan berjalan sesuai aturan, serta mencegah potensi penyalahgunaan dana BOS di madrasah swasta.
(Tim)