Breaking News

Warga Enam Dusun Panen Massal Lahan Eks PT Buana: Tuntutan Hak Ulayat dan Ketegasan Komunal



PORTALBUANA.ASIA MERANGIN. Sedikitnya 700 warga dari enam dusun di Desa Limbur Merangin, Kabupaten Merangin, Jambi, menggelar aksi panen massal tandan buah segar (TBS) di lahan eks PT Buana yang telah lama ditinggalkan. Aksi ini merupakan bentuk penguasaan fisik atas tanah yang diklaim sebagai hutan ulayat atau tanah adat milik masyarakat desa.

Panen ini dilakukan secara spontan dan serempak oleh laki-laki dan perempuan dari berbagai dusun. Mereka juga memasang tanda batas berupa patok dan cat di sekitar area lahan sebagai simbol penguasaan wilayah. Hasil panen kemudian dicatat sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD) dan dikelola secara transparan oleh masyarakat bersama pemerintah desa.

Lahan tersebut diketahui mulai ditanami sawit sejak 2007–2008 oleh PT Buana, namun setelah perusahaan meninggalkan area tersebut tanpa kejelasan status, warga terus menanti kepastian hukum selama lebih dari satu dekade.

“Kami sudah terlalu lama menunggu. Bahkan sudah melalui tiga kali pergantian kepala desa. Baru saat Pj Kades sekarang, kami bersepakat untuk mengambil sikap tegas,” ujar seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya.

Dari total luas lahan sekitar 200 hektare, sekitar 40 hektare di antaranya dilaporkan telah berpindah tangan secara ilegal melalui transaksi oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal ini turut memperkuat dorongan warga untuk mengambil langkah kolektif dalam mempertahankan hak atas tanah adat mereka.

Pj Kepala Desa Limbur Merangin, Sargawi, membenarkan aksi panen tersebut dan menjelaskan bahwa sebelumnya ia telah menahan keinginan warga demi menunggu proses penyelesaian batas wilayah dengan Desa Papit di tingkat kabupaten.

“Namun karena sebagian lahan sudah diperjualbelikan secara tidak sah kepada pihak luar, masyarakat akhirnya mengambil tindakan tegas dengan memanen secara langsung hasil di lahan eks PT Buana,” ungkap Sargawi.

Tindakan warga Desa Limbur Merangin dapat ditinjau dari sejumlah payung hukum, antara lain:

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria (UUPA), Pasal 3 menyebutkan bahwa hak ulayat masyarakat adat diakui sepanjang masih ada dan digunakan untuk kepentingan bersama sesuai kepentingan nasional.

Permen ATR/BPN Nomor 18 Tahun 2019 memberikan pedoman penetapan hak ulayat melalui proses verifikasi dan pengukuran partisipatif oleh BPN.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa, memberikan kewenangan kepada desa dalam mengelola sumber daya di wilayahnya, termasuk dalam pemanfaatan lahan untuk PAD.

Aksi warga ini mencerminkan upaya mempertahankan hak atas tanah adat yang belum mendapatkan kepastian hukum. Jika dikelola dengan transparan dan berdasarkan ketentuan hukum, langkah tersebut dapat menjadi contoh penguatan ekonomi desa melalui otonomi lokal. Namun di sisi lain, potensi konflik horizontal dan kerugian negara akibat jual-beli ilegal lahan menuntut perhatian dan penanganan serius dari Pemerintah Kabupaten Merangin dan BPN.


Reporter: Rolex

0 Comments

© Copyright 2022 - PORTAL BUANA ASIA