PORTALBUANA.ASIA, KERINCI, – Kejaksaan Negeri (Kejari) Sungai Penuh kembali menunjukkan komitmennya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Hari ini, Kamis (3/7/2025) sekitar pukul 14.00 WIB, Kejari Sungai Penuh resmi menetapkan tujuh (7) tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Pengadaan Penerangan Jalan Umum (PJU) tahun 2023 di Dinas Perhubungan Kabupaten Kerinci.
Total Kerugian Negara Capai Rp 2,7 Miliar
Dalam konferensi pers yang dipimpin langsung oleh Kajari Sukma Djaya Negara, disebutkan bahwa proyek PJU dengan total nilai anggaran Rp 5 miliar yang bersumber dari:
APBD Murni Rp 3 miliar
APBD Perubahan (APBD-P) Rp 2 miliar
justru dilakukan secara melanggar ketentuan pengadaan, dengan cara memecah paket besar menjadi 41 paket proyek penunjukan langsung (PL). Padahal, secara aturan, pengadaan tersebut harus melalui proses lelang terbuka.
Audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) pun menemukan kerugian keuangan negara senilai lebih dari Rp 2,7 miliar, yang disebabkan oleh pengadaan barang yang tidak sesuai spesifikasi kontrak serta mark-up harga.
7 Tersangka Resmi Ditahan ;
Adapun ketujuh tersangka yang telah ditetapkan dan ditahan adalah:
1. HC – Kepala Dinas Perhubungan, selaku Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK)
2. NE – Kabid Lalin dan Prasarana Dishub, selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
3. F – Direktur PT WTM
4. AN – Direktur CV TAP
5. SM – Direktur CV GAW
6. G – Direktur CV BS
7. J – Direktur CV AK
Penyidik telah memeriksa 45 orang saksi, menyita ratusan dokumen, serta barang bukti elektronik berupa handphone, flashdisk, dan laptop.
Dugaan Kuat Keterlibatan Anggota DPRD Kerinci Tahun 2023
Yang mengejutkan, Kejari juga mengungkap adanya indikasi kuat keterlibatan oknum anggota DPRD Kabupaten Kerinci Tahun 2023 dalam kasus ini.
Dari hasil penyelidikan awal, disebutkan bahwa proyek PJU ini merupakan bagian dari Pokok-Pokok Pikiran (Pokir) anggota dewan, dan terdapat dugaan bahwa beberapa anggota legislatif menerima fee dari rekanan proyek.
Kajari: “Pemberi dan Penerima Fee Sama-sama Bisa Dipidana”
Kajari Sukma Djaya Negara menegaskan, baik pemberi maupun penerima gratifikasi (fee proyek) sama-sama dapat dikenai sanksi pidana, sebagaimana diatur dalam:
Pasal 12 huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan:
“Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.”
Selain sanksi pidana, anggota DPRD juga berpotensi diberhentikan tidak hormat dari jabatannya, sesuai dengan:
Pasal 119 Ayat (2) UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang menyatakan:
"Anggota DPRD diberhentikan antar waktu karena dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih."
Kajari menegaskan, jika bukti keterlibatan anggota DPRD menguat, penyidik tidak akan ragu menetapkan tersangka baru, termasuk dari unsur legislatif.
“Kami akan proses secara hukum siapa pun yang terlibat. Anggota DPRD adalah pengawas anggaran, bukan penerima fee dari proyek yang mereka usulkan. Jika terbukti, ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanat rakyat,” tegas Kajari Sukma Djaya.
Kejari Komit Proses Tuntas,Kejari Sungai Penuh menegaskan bahwa pihaknya akan terus melanjutkan penyidikan secara menyeluruh hingga semua pihak yang terlibat, baik dari eksekutif maupun legislatif, diproses sesuai hukum. Tidak menutup kemungkinan adanya tersangka tambahan dalam waktu dekat.
“Penegakan hukum adalah tanggung jawab kami, dan ini menyangkut uang rakyat. Proyek yang seharusnya menerangi jalan, justru menjadi ladang korupsi,” tutup Kajari.(WN)
0 Comments