PORTALBUANA.ASIA, SUNGAI PENUH – Kinerja Inspektorat Kota Sungai Penuh kembali menjadi sorotan tajam. Dalam audiensi bersama Komisi I DPRD dan gabungan LSM, terungkap bahwa sejumlah auditor di lingkungan Inspektorat belum memiliki sertifikasi profesional dalam melaksanakan tugas pemeriksaan keuangan daerah.
Audiensi yang digelar pada Selasa (8/7/2025) itu merupakan tindak lanjut dari laporan masyarakat terkait dugaan penyimpangan Dana Desa di Desa Pelayang Raya, Kecamatan Sungai Bungkal.
“Kami ini seperti guru yang belum bersertifikat. Sampai hari ini belum pernah mengikuti pelatihan karena terbentur anggaran,” ungkap salah satu perwakilan Inspektorat dalam forum.
Pernyataan tersebut memicu respons keras dari Wakil Ketua DPRD Kota Sungai Penuh, Hardizal. Ia menegaskan bahwa alasan kekurangan anggaran tidak bisa dijadikan tameng atas lemahnya pengawasan oleh Inspektorat.
“Kalau terkendala anggaran, ya anggarkan! Evaluasi bila perlu. Ini menyangkut kredibilitas pengawasan keuangan negara. Pengawasan tidak boleh setengah hati,” tegas Hardizal dengan nada serius.
Menurutnya, kinerja Inspektorat selama ini cenderung pasif dan tidak transparan. Ia menyoroti metode audit yang hanya mengandalkan laporan dari kepala desa tanpa melakukan verifikasi lapangan secara menyeluruh.
"Bayangkan, Inspektorat hanya diberi waktu dua hari untuk mengaudit satu desa. Apakah waktu sesingkat itu cukup untuk mengaudit puluhan, bahkan hingga 65 desa secara menyeluruh dan objektif?" kritiknya.
Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Kota Sungai Penuh, Dahkir Yahya, mengajak semua pihak untuk tetap menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Ia juga mengapresiasi peran aktif para aktivis dalam mengawal isu ini.
“Ini bagian dari kontrol sosial. Kita harus menghargai keberanian masyarakat dalam menyuarakan kebenaran,” ujar Dahkir.
Dalam forum itu, desakan agar DPRD mengambil langkah konkret makin menguat. Salah satu aktivis LSM, Ruslan, secara tegas meminta DPRD segera bersurat kepada Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jambi untuk melakukan audit investigatif atas dugaan penyimpangan dana desa tersebut.
“Inspektorat tidak lagi efektif. Kami ingin DPRD menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat dengan meminta audit langsung dari BPKP,” kata Ruslan.
Menanggapi hal tersebut, sejumlah anggota DPRD menyatakan akan mengkaji batas kewenangan legislatif dalam menyurati BPKP. Meski demikian, mereka berkomitmen untuk tetap menindaklanjuti persoalan ini demi menjamin transparansi dan akuntabilitas penggunaan Dana Desa.
Audiensi ini menjadi momentum penting untuk mengevaluasi kinerja lembaga pengawasan internal pemerintah daerah. Desakan publik yang terus menguat menandakan pentingnya pembenahan sistem audit dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan desa secara menyeluruh dan profesional.
0 Comments