PORTALBUANA.ASIA, SUNGAI PENUH — Polemik ucapan tidak beretika yang dilontarkan oleh anggota DPRD Kota Sungai Penuh dari Fraksi Partai Golkar, Fahrudin, terhadap para pekerja bangunan Pasar Beringin, terus menjadi sorotan tajam publik. Ucapan bernada merendahkan yang menyebut nama hewan Anj**g dan Mony*t tersebut dinilai tidak pantas keluar dari mulut seorang wakil rakyat yang semestinya menjadi teladan bagi masyarakat.
Rekaman video kejadian itu dengan cepat beredar luas di media sosial dan memicu gelombang kemarahan publik. Banyak warga menilai tindakan Fahrudin bukan hanya mencederai harga diri para pekerja, tetapi juga mempermalukan lembaga DPRD sebagai simbol kehormatan rakyat. Seruan #PecatFahrudin kini menggema di berbagai platform, menggambarkan meluasnya kekecewaan masyarakat terhadap perilaku yang dianggap arogan dan tidak berempati tersebut.
Menanggapi polemik ini, DPD Partai Golkar Kota Sungai Penuh telah memanggil Fahrudin untuk menjalani sidang kehormatan. Dalam forum tersebut, Fahrudin memang telah menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat. Namun, karena disampaikan tanpa kehadiran para pekerja yang menjadi korban ucapan kasarnya, banyak pihak menilai permintaan maaf itu belum menyentuh rasa keadilan publik dan masih terkesan formalitas semata.
Ketua DPD Partai Golkar Kota Sungai Penuh, Fikar Azami, membenarkan bahwa partainya telah menjatuhkan sanksi kepada Fahrudin berupa pencopotan dari jabatan Ketua Komisi II DPRD dan pemberian Surat Peringatan Kedua (SP2). Kendati demikian, langkah tersebut dinilai belum cukup. Sejumlah kalangan menilai keputusan itu hanya bersifat administratif dan belum menunjukkan keberanian moral partai dalam menegakkan disiplin serta menjaga marwah organisasi.
Sebagai pembanding, publik menyoroti langkah tegas yang diambil oleh PDI Perjuangan terhadap salah satu anggota DPRD di Provinsi Gorontalo. Hanya karena ucapan “rampok uang negara” yang viral di media sosial, PDIP langsung mengambil keputusan cepat dan tegas dengan memecat kadernya demi menjaga kehormatan partai dan marwah lembaga legislatif.
Contoh tersebut menjadi cerminan bagaimana partai politik seharusnya bersikap terhadap kader yang melanggar etika publik. Karena itu, masyarakat kini menantikan langkah lanjutan dari Partai Golkar, apakah berani menunjukkan ketegasan moral dengan memecat Fahrudin dari keanggotaan DPRD, atau justru membiarkan kasus ini berlalu tanpa konsekuensi berarti.
Sikap tegas dari Golkar akan menjadi bukti nyata komitmen partai terhadap nilai-nilai etika, integritas, dan tanggung jawab kepada rakyat. Sebaliknya, jika kasus ini dibiarkan tanpa penyelesaian yang bermartabat, kepercayaan publik terhadap Golkar dan lembaga DPRD Kota Sungai Penuh bisa semakin terkikis.


