PORTALBUANA.ASIA, KERINCI – Penetapan Amrizal, anggota DPRD Provinsi Jambi, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemalsuan akta otentik berupa surat keterangan hilang ijazah oleh Polda Sumatera Barat, menjadi pukulan serius bagi integritas penyelenggaraan pemilu di Kabupaten Kerinci. Kasus yang diduga terjadi pada akhir 2023 itu kini mengemuka ke ruang publik dan memantik gelombang pertanyaan tajam terhadap kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) setempat.
Amrizal bukanlah figur politik baru. Ia tercatat telah dua periode menjabat sebagai anggota DPRD Kabupaten Kerinci sebelum kemudian melenggang ke DPRD Provinsi Jambi dan menjalani masa jabatan lebih dari satu tahun. Rekam jejak politik tersebut justru memperkuat sorotan publik, sebab dengan pengalaman dan jam terbang tersebut, proses verifikasi administrasi pencalonan semestinya dilakukan secara ketat dan berlapis.
Sumber internal yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa sejak periode 2014–2019, saat DPD II Partai Golkar Kabupaten Kerinci dipimpin Sartoni, S.Pd, Amrizal telah lolos sebagai calon legislatif hingga dua periode tanpa pernah terkendala administrasi. Pola serupa kembali terulang saat pencalonannya ke DPRD Provinsi Jambi melalui Partai Golkar, baik di tingkat DPD II Kerinci yang kala itu diketuai Boy Edwar maupun DPD I Golkar Provinsi Jambi.
Sepanjang proses tersebut, tidak pernah muncul catatan keberatan atau temuan administrasi dari penyelenggara pemilu.
Fakta ini memunculkan pertanyaan mendasar: apabila dugaan permasalahan ijazah memang ada, bagaimana proses verifikasi administrasi oleh KPU dapat meloloskannya, dan mengapa fungsi pengawasan Bawaslu tidak mendeteksi sejak tahapan awal pemilu.
Sorotan pun mengarah tajam kepada KPU dan Bawaslu Kabupaten Kerinci sebagai institusi yang memegang mandat konstitusional untuk memastikan keabsahan seluruh dokumen persyaratan calon legislatif, termasuk ijazah sebagai syarat fundamental.
“Jika persoalan ijazah baru terungkap setelah yang bersangkutan menjabat, maka ini bukan semata kesalahan individu. Ini menunjukkan adanya kegagalan sistemik dalam proses verifikasi dan pengawasan,” ujar seorang pemerhati pemilu di Kabupaten Kerinci.
Di sisi lain, desakan juga mengarah ke internal Partai Golkar. DPD I dan DPD II Golkar diminta tidak bersikap pasif demi menjaga marwah dan kredibilitas partai. Sikap bungkam dinilai berpotensi memperluas dampak politik, bahkan menyeret institusi partai apabila polemik ini terus bergulir tanpa sikap tegas dan transparan.
Tekanan publik kini kian menguat agar KPU dan Bawaslu Kabupaten Kerinci segera memberikan penjelasan terbuka. Masyarakat menuntut transparansi menyeluruh, mulai dari mekanisme verifikasi administrasi, proses klarifikasi ke lembaga pendidikan, hingga sistem pengawasan internal yang diterapkan saat penetapan calon legislatif.
Kasus ini menjadi ujian serius bagi kredibilitas penyelenggara pemilu di daerah. Tanpa penjelasan yang jujur, terang, dan akuntabel, polemik dugaan ijazah Amrizal dikhawatirkan akan memperdalam krisis kepercayaan publik terhadap proses demokrasi lokal.
Sementara proses hukum terhadap Amrizal terus berjalan, publik kini menunggu langkah konkret dari KPU, Bawaslu, dan partai politik terkait. Bukan sekadar klarifikasi normatif, melainkan evaluasi menyeluruh agar persoalan serupa tidak kembali mencoreng integritas pemilu di masa mendatang.
WN



