PORTALBUANA.ASIA, SUNGAI PENUH – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) kembali mencuat di lingkungan Pemerintah Kota Sungai Penuh. Kali ini, keluhan datang dari sejumlah kontraktor atau rekanan proyek yang mengaku menghadapi tekanan biaya tambahan saat mengurus proses pencairan anggaran, baik di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) maupun Badan Keuangan Daerah (Bakauda).
Informasi tersebut disampaikan beberapa rekanan menyebut, proses administrasi pencairan dana proyek kerap tidak berjalan mulus apabila tidak disertai dengan “uang pelicin” yang nilainya disebut bervariasi, tergantung jenis dan besaran paket pekerjaan.
“Kalau ingin urusan pencairan cepat dan tidak berlarut-larut, harus ada dana yang diserahkan. Ini sudah seperti kewajiban tidak tertulis yang dipahami bersama,” ungkap salah seorang kontraktor yang meminta identitasnya dirahasiakan demi alasan keamanan.
Lebih lanjut, sumber tersebut mengungkapkan bahwa dugaan pungutan tidak hanya berasal dari satu pihak. Ia menyebut keterlibatan sejumlah unsur dalam mata rantai pelaksanaan proyek, mulai dari Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), pengawas lapangan, sekretariat, hingga tim Provisional Hand Over (PHO). Secara akumulatif, dugaan pungutan yang harus ditanggung rekanan disebut mencapai sekitar enam persen dari nilai proyek, belum termasuk biaya lain yang diduga muncul saat pengurusan pencairan di Bakauda.
Tidak hanya di lingkungan Dinas PUPR, dugaan pungli juga disebut terjadi di Bakauda, khususnya pada saat pengambilan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D). Besaran pungutan yang diminta, menurut para rekanan, tidak memiliki standar baku dan bergantung pada nilai paket pekerjaan.
“Untuk paket penunjukan langsung saja, saya diminta sekitar Rp700 ribu. Kalau paketnya besar, tentu angkanya ikut besar. Kalau kondisinya seperti ini, bagaimana pekerjaan bisa maksimal, sementara potongan di luar aturan terlalu banyak,” ujar rekanan lainnya dengan nada kecewa.
Para kontraktor menilai, apabila dugaan praktik semacam ini benar adanya dan terus dibiarkan, maka dampaknya tidak hanya mencederai citra Pemerintah Kota Sungai Penuh, tetapi juga berpotensi menurunkan kualitas hasil pekerjaan di lapangan. Pasalnya, beban biaya non-teknis yang tidak sedikit akan memengaruhi kemampuan rekanan dalam melaksanakan proyek sesuai spesifikasi.
Selain itu, para rekanan juga mempertanyakan apakah pungutan tersebut murni dilakukan oleh oknum tertentu atau telah berjalan secara sistematis. “Kami tidak tahu apakah ini inisiatif oknum atau sudah terstruktur. Yang jelas, kondisi ini membuat rekanan merasa tertekan dan tidak memiliki pilihan,” tambah sumber tersebut.
Atas kondisi tersebut, para kontraktor berharap Pemerintah Kota Sungai Penuh dapat turun tangan secara serius untuk melakukan penertiban dan pengawasan ketat terhadap dugaan pungutan liar di lingkungan organisasi perangkat daerah (OPD), khususnya OPD yang bersentuhan langsung dengan pelaksanaan proyek dan proses pencairan keuangan.
Sementara itu, Sekretaris Dinas PUPR Kota Sungai Penuh, Liza Permana, saat dikonfirmasi melalui pesan singkat WhatsApp terkait kebenaran dugaan pungli tersebut, hingga berita ini diterbitkan belum memberikan tanggapan, meskipun pesan yang dikirimkan telah berstatus terkirim.
Awak media ini akan terus berupaya melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait guna memperoleh klarifikasi resmi demi menjaga keberimbangan dan akurasi informasi.



