-->

 


Iklan

Pembukaan TPST di Kawasan Hutan Diduga Ilegal, Pemkot Sungai Penuh Terancam Sanksi Berat

Fir Conet
Thursday, December 11, 2025, December 11, 2025 WIB Last Updated 2025-12-12T04:33:39Z



PORTALBUANA.ASIA, SUNGAI PENUH – Polemik pembukaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) yang diresmikan oleh Wali Kota Sungai Penuh pada awal Oktober 2025 terus mengemuka. Proyek yang berlokasi di Renah kayu embun kawasan Hutan Produksi serta berada di dataran tinggi tersebut kini diduga kuat telah melanggar ketentuan hukum yang berlaku. Indikasi pelanggaran tersebut memicu reaksi keras dari aktivis lingkungan dan sejumlah lembaga pemerhati hukum.


Pembangunan TPST yang dilakukan di dalam kawasan Hutan Produksi tanpa izin resmi dinilai bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, terutama UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, serta UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diperbarui melalui UU Cipta Kerja.


Menanggapi persoalan tersebut, Agus, Kepala Bagian Hukum LSM PELDAK, menyatakan keprihatinannya dan telah melayangkan surat resmi kepada Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Sungai Penuh untuk meminta klarifikasi terkait izin dan dokumen Amdal TPST tersebut. Ia menekankan pentingnya transparansi agar tidak terjadi kebingungan di tengah masyarakat.


Agus juga menegaskan bahwa jika pemerintah daerah tidak mampu memberikan penjelasan yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan, pihaknya akan membawa persoalan ini kepada kementerian terkait. “Kami tidak akan ragu melaporkan ini hingga ke tingkat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI,” ujarnya.


Aktivitas pembangunan tanpa izin di kawasan hutan dapat dikenai sanksi administratif seperti penghentian kegiatan, denda administratif, penutupan lokasi, hingga pencabutan izin. Sementara itu, sanksi pidana dapat mencakup hukuman penjara dan denda miliaran rupiah, tergantung pada kerusakan yang ditimbulkan. Pelanggaran terhadap RTRW di dataran tinggi juga dapat dikenai pidana penjara hingga 3 tahun dan denda hingga Rp1 miliar.


Senada dengan itu, Ketua Umum LSM PELDAK, Khumaini, SP, memberikan pernyataan tegas dan panjang mengenai persoalan ini. Ia menegaskan bahwa pembukaan TPST di kawasan hutan dan dataran tinggi bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi dapat berimplikasi langsung pada keselamatan masyarakat luas.


Pembangunan TPST di kawasan yang seharusnya dilindungi sama sekali tidak mencerminkan tata kelola pemerintahan yang baik. Hutan produksi memiliki fungsi ekologis yang sangat penting. Jika kawasan ini diganggu tanpa kajian dan tanpa izin, maka yang terdampak adalah masyarakat yang tinggal di hilir.”


Khumaini menambahkan bahwa bencana bukan hanya teori, tetapi kenyataan yang sudah berulang kali terjadi di berbagai daerah di Indonesia. “Kita sudah terlalu sering melihat kejadian longsor, banjir bandang, pencemaran air, dan kerusakan alam akibat kebijakan yang tidak memperhatikan aspek lingkungan. Jika pembangunan TPST ini dibiarkan, maka bukan tidak mungkin Sungai Penuh akan mengalami hal yang sama. Dan yang menanggung akibatnya adalah masyarakat kecil,” tegasnya.


Lebih jauh, Khumaini menegaskan bahwa LSM PELDAK tidak akan tinggal diam. “Kami akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Jika memang ada penyimpangan dan pelanggaran hukum, maka kami akan mendesak aparat penegak hukum untuk mengambil tindakan. Kami tidak ingin Sungai Penuh menjadi daerah yang rusak karena kebijakan yang salah arah.”


Kumaini meminta pemerintah daerah segera menghentikan aktivitas di lokasi TPST dan melakukan evaluasi total. “Ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Jangan sampai kebijakan yang tidak tepat justru mengorbankan keselamatan warga dan merusak lingkungan yang selama ini menjadi penopang kehidupan masyarakat Sungai Penuh.”

Komentar

Tampilkan

  • Pembukaan TPST di Kawasan Hutan Diduga Ilegal, Pemkot Sungai Penuh Terancam Sanksi Berat
  • 0

Terkini