PORTALBUANA.ASIA, SUNGAI PENUH —Sungai Penuh — Polemik batalnya pelaksanaan Festival Rangguk yang semula digagas sebagai ajang pelestarian budaya lokal di Kota Sungai Penuh, memunculkan sorotan publik. Isu ini mencuat setelah beredar tudingan dugaan penggelapan dana oleh seorang remaja berinisial MI, yang turut berperan dalam penggalangan dana kegiatan tersebut.
Festival Rangguk yang digagas oleh tiga sanggar seni—Ranoh Butakek, Skoart, dan Buluh Magurai—direncanakan menjadi ruang ekspresi bagi para pelaku seni tradisional Kerinci. Namun, rencana tersebut kandas di tengah jalan. Gagalnya pelaksanaan membuat para penggiat seni kecewa dan merasa dipermalukan, terlebih setelah muncul kecurigaan bahwa dana yang telah dihimpun tidak dikelola secara transparan.
Menanggapi hal ini, MI yang disebut-sebut sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam pengumpulan dana akhirnya buka suara. Ia membantah telah melakukan penggelapan dan menyebut bahwa persoalan ini terjadi akibat miskomunikasi.
"Ini semua hanya miskomunikasi. Dana yang terkumpul memang tidak banyak dan belum cukup untuk menyelenggarakan festival yang memerlukan anggaran besar," ujar MI saat dikonfirmasi media ini.
Ia juga mengaku telah mencoba menghubungi salah satu pihak sanggar, Engla Fitri, untuk menjelaskan duduk perkaranya. Namun, hingga saat ini belum ada respons yang diterima.
MI menegaskan bahwa Festival Rangguk tidak berada di bawah naungan atau berafiliasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sungai Penuh, meski pihak dinas turut memberikan bantuan.
Terkait dana yang sempat diterima, MI berjanji akan mengembalikannya secara utuh. Ia menyebut bahwa dana dari sponsor Yamaha sebesar Rp1 juta telah dikembalikan. Sementara bantuan dari Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebesar Rp1 juta lainnya juga akan segera dikembalikan.
"Saya bertanggung jawab. Dana dari Yamaha sudah saya kembalikan, dan bantuan dari Kepala Dinas juga akan saya kembalikan. Tidak ada niat saya untuk menipu atau menyalahgunakan dana. Kegiatan ini batal, jadi dana harus dikembalikan," tegas MI.
Polemik ini menjadi pelajaran penting bagi komunitas seni di Sungai Penuh dalam hal transparansi, komunikasi, dan perencanaan kegiatan yang melibatkan dana publik maupun swadaya. Para pelaku seni berharap agar insiden seperti ini tidak terulang dan semangat menjaga budaya lokal tetap dijaga dengan komitmen dan keterbukaan.
0 Comments