Wartawan PORTAL BUANA ASIA Hanya Nama nya yang tercantum dalam Box Redaksi dan Dibekali Kartu Pers & Surat Tugas -->

Jumat, 18 Agustus 2023

Politik Uang Vitamin atau Racun Demokrasi

Politik Uang Vitamin atau Racun Demokrasi



Oleh:
Kurniadi Aris, SH.MH.MM
Advokat/Pengacara/Konsultan Hukum Dan Pemilu

PORTALBUANA.ASIA SUNGAI PENUH. Sepanjang sejarah pemliu Indonesia pemilu  telah dilaksanakan sebanyak 12 kali,  pemliu tahun 1955 adalah pemilu yang terbaik dan tersukses indikatornya adalah tingkat partisipasi pemilih pada saat itu mencapai 91,4% ini yang tertinggi sepanjang Sejarah pemilu di Indonesia selanjutnya Golput hanya 8,6%. Pada pamilu 1955 tidak terdapat Money Politics alias politik uang bin serangan fajar. 

Tingkat partispasi pemlih pada pemilu setelahnya terus tergegus dan mengalami penurunan bahkan berdasarkan data Litbang Kompas pada pemliu 2014 tingkat partiipasi pemilih hanya 70% saja, tidak cukup disitu pemilu 2014 ini tercoreng karena berdasarkan data dari Jurnal Adhyasta Pemilu Vol 2 oleh Aminuddin Kasim Terdapat 36 kasus money politic yang bermuara ke Pengadilan, itu yang baru ketahuan dan tertangakap sertta diproses sampai ke meja hijau barangkali masih ada ribuan atau  puluhan ribu terjadi peristiwa kecuragan pemilu dengan modus money pilotics yang masih tertup dan tersimpan dalam kotak pandora negeri ini yang merupakan aib Bersama semua peserta pemilu dan penyelenggara Pemliu.

Terkait dengan itu timbul tanda tanya besar mengepa ada politik uang (Money Politic) dan bagaimana cara memberantasnya, politik uang laksana kentut dia tidak bisa dilihat namun bisa dirasakan. 

Salah satu kelemahan sistem pemilu proporsional terbuka yang dipakai pada pemliu saat ini adalah tingginya potensi praktek politik uang karena calon legislatif bertarung dalam berebut suara rakyat bukan berdasarkan nomor urut untuk ditetapkan berhak mendapatkan kursi legislatif namun berdasarkan siapa yang mampu mendapatkan suara terbanyak walaupun caleg tersebut mendapat nomor urut sepatu. 

Dengan demikian semua caleg akan bertarung akan habis-habisan dan mengeluarkan segenap sumber daya yang dia punya tersmasuk sumber daya keuangan untuk mempengaruhi masyarakat agar memilihnya dan yang paling konyol ada juga yang membayar jasa dukun agar terpilih menjadi anggota legislatif. 

Fakta dan fenomena  ini juga diperparah oleh masyarakat yang tidak diberikan pendidikan politik maka orientasi uang menjadi primadona untuk jual beli dan tukar tambah suara agar mulus merebut satu kursi di Dewan Perwakilan Rakyat. 

Tidak ada pilihan lain untuk merubah cara berfikir (mindset) semua warga negara Indonesia bahwa politik uang adalah sesuatu yang haram dan menjijikkan untuk dan kelak akan dipertanggung jawabkan di akhirat.

Selanjutnya semua stakeholder kepemiluan harus memberikan pendidikan politik dengan cara melakukan diskusi-diskusi di ruang publik mengundang si Caleg untuk hadir duduk berdiskusi dengan masyarakat untuk dibedah visi dan misinya dan mengetahui rekam jejaknya, sehingga pemilih betul-betul menjatuhkan pilihannya untuk memilih seorang Caleg karena  telah paham visi misi bibit,bebet dan bobot seoarang Caleg didasarkan pengetahuan bukan berdasarkan jumlah isi amplop tertinggi yang didapatnya. 

Sudah saatnya kita semua menjadi bahagian dari perubahan iklim pemilu yang sehat dan bermartabat dan menjadi agen perubahan demokarsi bukan perusak demokarsi atau pecundang demokrasi terutama Caleg yang memelihara dan berlindung dengan politik uang karena tidak punya kemampuan tidak mampu berdiskusi berhadapan langsung masyarakat gugup dan gagap menguraikan visi dan misi sebagai seoarang calon legislator.

Print Friendly and PDF

Read other related articles

Also read other articles

© Copyright 2019 PORTAL BUANA ASIA | All Right Reserved