PORTALBUANA.ASIA, SUNGAI PENUH — Tahun ajaran baru 2025/2026 belum lama dimulai, namun sudah diwarnai keluhan dari sejumlah wali murid di salah satu SMA Negeri di Kota Sungai Penuh. Para orang tua mengaku terbebani dengan berbagai kewajiban pembayaran yang harus dipenuhi sejak awal masuk sekolah.
Informasi yang dihimpun redaksi menyebutkan bahwa para siswa baru diwajibkan membeli Lembar Kerja Siswa (LKS) serta membayar uang komite dengan nominal yang bervariasi. Yang lebih memprihatinkan, pengadaan LKS di sekolah tersebut diduga dikoordinir oleh pihak ketiga bernama Yudistira Salman, yang tidak memiliki hubungan resmi dengan pihak sekolah maupun Dinas Pendidikan Provinsi Jambi.
Beberapa wali murid dari sekolah berbeda turut menyampaikan keluhan serupa. Mereka menilai kewajiban membeli LKS dan membayar uang komite di sekolah negeri sebagai bentuk pungutan yang membebani dan bertentangan dengan prinsip pendidikan gratis.
Menanggapi persoalan ini, Iwan Efendi, aktivis pendidikan di Provinsi Jambi, angkat bicara. Ia mengecam keras praktik pungutan tersebut dan menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran serius terhadap regulasi yang berlaku.
“Ini bentuk pelanggaran nyata. Ada aturan tegas yang melarang komite dan pihak sekolah menarik pungutan dari siswa atau orang tua,” tegas Iwan.
Lebih lanjut, Iwan membeberkan sejumlah regulasi yang dilanggar, di antaranya:
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, Pasal 10 Ayat (1): “Komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan kepada peserta didik atau orang tua/walinya.”
Permendikbud Nomor 2 Tahun 2008 tentang Buku, Pasal 11 Ayat (1): “Sekolah tidak diperkenankan menjual buku pelajaran, termasuk LKS, kepada peserta didik.”
PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan: “Sekolah negeri penerima dana BOS tidak boleh memaksa siswa membeli buku maupun seragam dari sekolah.”
Iwan meminta Dinas Pendidikan Provinsi Jambi untuk segera turun tangan dan menyelidiki persoalan ini secara menyeluruh.
“Kami mendesak Dinas Pendidikan Provinsi untuk segera turun ke lapangan, klarifikasi langsung ke sekolah, dan mengevaluasi kinerja kepala sekolah yang bersangkutan. Jangan sampai praktik seperti ini terus berlangsung dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan negeri,” ujarnya tegas.
Munculnya kasus ini diharapkan menjadi perhatian serius seluruh pemangku kepentingan dunia pendidikan. Pemerintah diminta tidak menutup mata terhadap praktik-praktik pungutan yang berpotensi melanggar hukum dan mencederai semangat pendidikan gratis.
“Jika terbukti adanya pelanggaran, apalagi melibatkan pihak luar dalam pengadaan LKS, maka harus ada evaluasi menyeluruh dan penindakan sesuai hukum. Pendidikan adalah hak setiap anak bangsa, bukan komoditas yang membebani rakyat kecil,” pungkas Iwan Efendi.


