PORTALBUANA.ASIA, JAMBI — Suasana sidang lanjutan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan Stadion Mini Sungai Bungkal, Kota Sungai Penuh, berlangsung panas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi, Senin (7/7/2025). Agenda pemeriksaan dua ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) justru memicu kritik tajam dari Majelis Hakim dan kuasa hukum terdakwa.
Dua ahli yang dihadirkan dalam persidangan adalah Irwan Karyanto, ahli digital forensik yang juga pegawai Kejaksaan Agung, dan seorang ahli dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Namun, keterangan keduanya dianggap lemah secara substansi dan dipertanyakan kredibilitasnya.
Penasihat hukum terdakwa, Viktorianus Gulo, SH, MH, secara tegas menyampaikan keberatannya atas kesaksian Irwan Karyanto. Ia menilai keahlian Irwan tidak spesifik dalam bidang forensik digital, serta menyangsikan independensinya lantaran masih berstatus sebagai aparatur di institusi yang sama dengan penuntut.
“Kami meragukan keahlian dan posisi beliau sebagai ahli yang independen. Ini menyangkut objektivitas,” ujar Viktorianus Gulo di hadapan majelis.
Meski keberatan tersebut dicatat oleh Majelis Hakim, Irwan tetap diperkenankan memberikan keterangan. Dalam pernyataannya, Irwan mengaku hanya menemukan komunikasi antara terdakwa dan seorang bernama Yusrizal dari handphone barang bukti. Ia juga mengungkapkan bahwa tidak melakukan analisis isi percakapan WhatsApp karena tidak diminta oleh penyidik.
Lebih lanjut, ketegangan semakin meningkat saat ahli dari BPKP memberikan kesimpulan bahwa proyek stadion tersebut mengalami kerugian negara secara menyeluruh (total loss). Namun, kesimpulan ini langsung mendapat respons keras dari hakim anggota.
Majelis Hakim mempertanyakan dasar metodologi dan keilmuan yang digunakan, karena kesimpulan tersebut ternyata hanya berdasar pada opini ahli lain, bukan hasil audit investigatif yang mandiri dan komprehensif.
“Ini bukan audit, ini hanya justifikasi dari pendapat orang lain. Saudara tidak menghitung langsung, tidak memverifikasi, hanya menyalin dari literasi orang lain,” kritik hakim dengan nada tegas.
Ahli BPKP juga mengakui bahwa dirinya hanya sekali turun ke lapangan dan tidak melakukan pemeriksaan fisik atas pekerjaan proyek yang telah dilaksanakan. Bahkan, biaya perencanaan dan honorarium pejabat pengadaan tidak dimasukkan dalam perhitungan kerugian negara.
Penasihat hukum menilai hal itu sebagai bentuk keterangan yang lemah dan tidak bisa dijadikan dasar dalam pembuktian hukum.
Dalam kesempatan yang sama, terdakwa membantah kesimpulan ahli BPKP dan menegaskan bahwa proyek stadion masih dalam tahap awal dan belum diserahterimakan. Ia juga menyebut bahwa stadion mini tersebut masih tercatat sebagai aset milik Pemerintah Kota Sungai Penuh, sehingga tidak semestinya dinyatakan sebagai kerugian negara secara total.
“Keterangan ahli itu tidak berdasar keahlian langsung, hanya asumsi. Proyek ini belum selesai dan masih dalam tahap pertama,” tegas terdakwa.
Sidang kemudian ditutup dan akan dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi a de charge (saksi yang meringankan) serta ahli pidana yang akan dihadirkan oleh pihak terdakwa dalam persidangan berikutnya.
Perkara ini masih akan terus bergulir dan menjadi sorotan publik seiring banyaknya kejanggalan yang terungkap di persidangan. (WN)
0 Comments