PORTALBUANA.ASIA, KERINCI – Sejumlah proyek fisik di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh kembali menjadi sorotan publik. Temuan di lapangan terkait pengerjaan jalan, normalisasi sungai, pasangan batu, hingga konstruksi beton memunculkan dugaan kuat banyak pekerjaan tidak memenuhi standar teknis maupun spesifikasi kontrak.
Keluhan masyarakat dan hasil pemantauan lembaga kontrol sosial menunjukkan pola serupa: kualitas material rendah, komposisi adukan beton tidak sesuai, hingga metode kerja yang diduga tidak mengikuti SNI maupun aturan konstruksi. Sejumlah aktivis bahkan menyebut persoalan ini bukan lagi kesalahan teknis, melainkan indikasi lemahnya pengawasan dan potensi pelanggaran hukum.
Mengacu pada Perpres 16/2018 jo. 12/2021, PPK adalah pihak yang paling bertanggung jawab terhadap seluruh aspek pelaksanaan kontrak. Tugas krusial PPK meliputi:
Memastikan pekerjaan sesuai spesifikasi teknis. Mengontrol progres pekerjaan dan pembayaran berdasarkan progres riil. Memverifikasi penggunaan material standar.
Menolak serah-terima jika pekerjaan tidak memenuhi mutu.
PPK yang lalai dapat dikenai:
Sanksi etik dan administrasi ASN,
Tuntutan perdata atas kerugian negara,
Pidana Tipikor Pasal 2–3, jika kelalaian menyebabkan kerugian negara.
Aktivis mengingatkan bahwa tanda tangan PPK pada dokumen pembayaran dan BAST otomatis mengikat tanggung jawab hukum pribadi. Sebagai pengawas teknis PTK wajib memastikan SOP konstruksi dipatuhi, Material sesuai SNI,Laporan harian dan mingguan objektif, Pengawasan aktif di lapangan.
Pembiaran oleh PTK dianggap sebagai bagian dari kelalaian struktural dan berpotensi menyeret PTK dalam Sanksi administrasi, Tanggung jawab hukum bersama,Jeratan pidana apabila mengetahui penyimpangan.
LSM menemukan indikasi kuat maraknya praktik pemilik CV/PT meminjamkan perusahaan kepada pihak lain, sementara pekerjaan di lapangan dikuasai operator tidak resmi. Praktik ini sangat berbahaya karena:
Kontrak dan rekening tetap atas nama pemilik perusahaan, Seluruh risiko hukum melekat pada pemilik, Pelaksana lapangan sering tidak memiliki kompetensi teknis, Kualitas pekerjaan sulit dikontrol.
Risiko Hukum Bagi Pemilik CV/PT:
A. Administratif:
– Blacklist nasional 2 tahun
– Pemutusan kontrak sepihak
– Pembatasan akses tender
B. Perdata:
– Wajib mengganti kerugian negara akibat kegagalan konstruksi atau temuan auditor
C. Pidana:
– Pasal 263 KUHP (pemalsuan dokumen)
– Pasal 55 KUHP (turut serta)
– UU Tipikor Pasal 2 & 3
Polemik makin menguat setelah ditemukan adanya kontraktor yang mengerjakan banyak paket sekaligus, sementara satu paket saja sudah menunjukkan kerusakan dan kekurangan teknis. Praktik ini mengindikasikan pembagian proyek tidak berdasarkan kemampuan teknis, melainkan faktor kedekatan dengan “orang dalam”.
Kontraktor lokal yang kompeten justru mulai tersisih akibat sistem yang dinilai tidak transparan. Ironisnya, ketika masalah muncul, sebagian pihak mencoba mengarahkan kesalahan hanya ke Dinas PUPR, padahal menurut regulasi, yang bertanggung jawab adalah PA/KPA di dinas pemilik anggaran masing-masing.
“Bagaimana mungkin kontraktor yang satu paket saja bermasalah justru bisa mengerjakan banyak paket sekaligus? Ini menunjukkan bahwa sistem pemberian proyek tidak sehat,” kritik salah satu aktivis.
Temuan lapangan memperlihatkan sejumlah persoalan serius, Batu dan pasir tidak sesuai standar, Adukan semen tidak sesuai rasio, Beton oplosan berkualitas rendah, Jalan retak meski baru selesai, dan Normalisasi sungai tanpa perkuatan tebing.
LSM menilai kondisi ini muncul karena lemahnya pengawasan PPK–PTK dan masuknya kontraktor tidak berkompeten yang lebih mengutamakan keuntungan cepat dibanding mutu pekerjaan.
LSM dan aktivis mengingatkan keras bahwa, PPK–PTK wajib menjalankan fungsi pengawasan sesuai aturan, Pemilik CV/PT harus menghentikan praktik pinjam bendera, Kontraktor yang mendapat banyak paket lewat jalur kedekatan harus dievaluasi total.
Saat ini, laporan ke BPK, KPK, Kejaksaan, dan APH lainnya sudah dapat dilakukan secara online. Artinya, setiap temuan lapangan dapat langsung berujung pada pemeriksaan resmi. Proyek pemerintah adalah amanah publik, dan setiap penyimpangan adalah pelanggaran hukum.
